Pages

Selasa, 16 Juli 2013

Kala itu Hindia Belanda sudah mencapai kesempurnaan kekuasaan di seluruh pelosok Nusantara. Dalam rangka untuk memperingati penobatan Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus 1898,  Pemerintahan Gementee Batavia mengadakan pesta berupa pasar malam besar untuk menghibur rakyat di Koningsplein (Lapangan Monas Sekarang) yang saat itu juga dikenal sebagai Lapangan Gambir.
Pasar malam gambir yang kemudian menjadi acara tahunan itu sukses berat, dibanjiri oleh pengunjung, puncaknya pada tahun 1907 menurut buku almanak Hindia Belanda keluaran 1921, diceritakan bahwa pada tahun 1907 banyak sekali panggung-panggung, ditengahnya ada ring tinju, lalu ada kembang-kembang gula untuk anak-anak, ada lempar bola, ada olahraga ketangkasan, dan banyak orang menjual baju-baju.

Stand Di Pasar Gambir 1928 640x415 Sejarah PRJ : Dari Pasar Gambir, Djakarta Fair 1969 Sampai PRJ Kemayoran
Salah Stand Di Pasar Gambir 1928

Pasar Malam Gambir juga menjadi ajang “mejeng” para pemuda-pemudi tempo dulu.  Mereka datang menggunakan bendi atau mobil ford T berkeliling gambir pada sore hari. Kebanyakan dari mereka adalah sinyo-sinyo Belanda atau pemuda keturunan Tionghoa yang kaya. Pada malam hari diadakan pertunjukan lagu-lagu, Grup Tonil Miss Tjitjih juga pernah tampil disini. Pasar malam gambir bubar saat pendudukan jepang di pulau jawa pada tahun 1942.
Setelah merdeka, pada tahun 1968, saat itu Ali Sadikin (Gubernur DKI kala itu), Djumatidjin dan Rio Tambunan naik Jeep keliling Monas untuk inspeksi kebersihan monas, kemudian Ali Sadikin mempunyai ide agar Pemerintah Djakarta ada pemasukan anggaran daerah sekaligus mengenalkan Djakarta sebagai kota yang ramah terhadap bisnis dan kota hiburan. Ali Sadikin menginginkan adanya semacam festival tahunan seperti di Perancis dan Inggris. Lalu Djumatidjin asisten Ali Sadikin berkata “Bagaimana kalau kita jadikan Monas sebagai ajang Djakarta Fair” Ali Sadikin senang atas usulan itu.
Kemudian Ali Sadikin meminta pengusaha tekstil bernama Syamsudin Mangan yang lebih dikenal dengan nama Haji Mangan, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) kala itu untuk mengadakan Djakarta Fair. Dengan ide-ide dagang Syamsudin Mangan maka dibentuklah Djakarta Fair.
Djakarta Fair 1968  berlangsung mulus dan boleh dikatakan sukses. Perhelatan  akbar ini mampu menyedot pengunjung tidak kurang dari 1,4 juta orang. Sejak saat itulah Djakarta Fair menjadi bagian penting dalam sejarah kota Jakarta. Saat diadakan Djakarta Fair 1969, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon sempat jalan-jalan ke area Djakarta Fair 1969.
Djakarta Fair 1969 Sejarah PRJ : Dari Pasar Gambir, Djakarta Fair 1969 Sampai PRJ Kemayoran
Semenjak tahun 1992 Jakarta Fair dipindahkan dari Monas ke Kawasan Kemayoran Jakarta Pusat yang menempati area seluas 44 hektar. Sejak saat itu PRJ selalu digelar di Kemayoran dan dikelola oleh PT JIEXpo.
 Sejarah PRJ : Dari Pasar Gambir, Djakarta Fair 1969 Sampai PRJ Kemayoran
Kini keberadaan PRJ di Kemayoran kembali dipersoalkan. Jokowi, Gubernur DKI menyebut bahwa PRJ akan kembali dipindahkan ke Monas seperti sebelum tahun 1992. Jokowi menilai PRJ yang sekarang ini jauh dari rakyat,  PRJ hanya menonjolkan kepentingan bisnis dan mengejar kepentingan komersialisme saja. Padahal, PRJ seharusnya bertujuan untuk menghibur warga Jakarta.
 Sejarah PRJ : Dari Pasar Gambir, Djakarta Fair 1969 Sampai PRJ Kemayoran
Pernyataan Jokowi bukan isapan jempol belaka, Jumat lalu “PRJ tandingan” di gelar di Monas bertajuk pameran Pekan Produk Kreatif Daerah 2013 Provinsi DKI Jakarta. Pembukaan acara tersebut dilakuakn oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Monas, Jakarta, Jumat (14/6).

Sumber : http://uniqpost.com/80631/sejarah-prj-dari-pasar-gambir-djakarta-fair-1969-sampai-prj-kemayoran/

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 PIPIT's Blog. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.