Tahun 2013 diawali
dengan sebuah bencana penuh kepiluan. Jakarta, sebuah ibukota negara dan kota
metropolitan besar harus mengalami banjir yang menghancurkan.
Beberapa minggu yang
lalu Jakarta menjadi kota penuh kekacauan. Antrian kendaraan memadati
jalan-jalan utama. Penduduk berhamburan ke tempat-tempat tinggi, memadati
sekolah, tempat-tempat ibadah, kantor kelurahan hingga kecamatan. Kepanikan
melanda sebagian besar penduduk di tepi-tepi sungai. Perahu karet hilir mudik
mengevakuasi warga.
Bermula dari hujan deras di Jakarta dan sekitarnya
sejak tiga hari lalu, ibukota negara itu disergap banjir di segala penjuru.
Tercatat ada 40an titik banjir yang membuat warga berhamburan dari rumahnya
yang nyaman.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
mencatat, wilayah yang terendam air seluas 41 kilometer (km) persegi atau 8
persen dari seluruh wilayah DKI Jakarta. Dari jumlah itu, wilayah terberat ada
di sekitar Jakarta Barat dan Jakarta Utara.
Tanpa bisa dihindari lagi, bencana banjir ini
mengakibatkan kerugian harta benda hingga hilangnya nyawa. Ini tentu bukan
merupakan hal sepele. Hilangnya nyawa para korban banjir pun menjadi persoalan utama. Tanggul jebol maupun air bah yang datang tiba-tiba saat warga tidak siap
mengakibatkan banyaknya korban hanyut dan tenggelam. Air kotor yang masuk ke rumah-rumah,
buruknya sanitasi, dan tempat pengungsian seadanya menyebabkan cepatnya
penyebaran penyakit kulit, infeksi dan berkembangnya bakteri. Para korban pun rentan
terhadap penyakit pasca banjir. Hal-hal ini
yang seharusnya bisa dihindari untuk memperkecil jumlah korban meninggal
akibat musibah banjir.
Ribuan bangunan
terendam banjir dan sarana serta prasarana pun hancur. Kerugian paling menyolok
tampak di sektor bisnis. Sejumlah kawasan bisnis di Jakarta dilanda banjir.
Dari kawasan industri di hingga gedung perkantoran. Jumlah kerugian pun sangat
besar, dalam sehari kerugian ditaksir mencapai milyaran rupiah. Bagaimana tidak,
semua kegiatan pekerja berhenti total. Karyawan perkantoran, suplai logistik
dan pengiriman terhambat, bahkan pertemuan-pertemuan penting antar perusahaan
dibatalkan.
Dampak jangka panjang
banjir Jakarta adalah rusaknya sarana dan prasarana. Tanggul-tanggul yang
hancur serta rusaknya ruas jalan utama tentu menyumbang kerugian yang besar.
Kerusakan ini seharusnya terlebih dulu dibenahi dibanding kerusakan yang lain,
karena menyangkut kepentingan orang banyak.
Jika banjir terus
terjadi hingga bulan Februari, bisa dibayangkan kerugian yang melanda para korban
banjir serta pebisnis itu. Korban mengungsi bahkan korban meninggal bisa terus
bertambah. Serta bagi pengusaha bisa akan gulung tikar dan nenambah jumlah
pengangguran di Indonesia.
sumber : http://www.gatra.com/fokus-berita/23363-menakar-kerugian-banjir-jakarta.html
0 komentar:
Posting Komentar